TUGAS MAKALAH SMESTER IV
BY: M.Nur Ali
PROGAM STUDI: MUAMALAT
MATERI:
HUKUM PERDATA DAN DAGANG
DOSEN: JUNAIDI.
FAKULTAS
AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG
Jl. Menoreh Tengah X No.22 Sampangan Semarang
BAB I. PENDAHULUAN.....................................................................................................1
Rumusan Masalah.....................................................................................................2
BAB II. PEMBAHASAN
A.Pengertian Hukum Perorangan............................................................................3
B. Kewenangan Berhak Dan Berbuat .....................................................................5
C. Akibat Ketidak Cakapan
...................................................................................5
D. Pendewasaan Dan Akibat Hukumnya ..............................................................6
E. Pengertian Dan Pentingnya Domisili.................................................................
6
1.Pengertian
domisili ........................................................................... 6
2. Macam domisili
.......................................................................... 7
F. Pengertian Catatan
Sipil............................................................................. 9
G. Studi Kasus
Hukum Perdata...................................................................... 10
Prosedur
Mediasi................................................................................. 10
BAB III. KESIMPULAN........................................................................................... 12
PENUTUP....................................................................................
13
Daftar
Pustaka...............................................................................
14
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Hukum Perorangan
Hukum perorangan
adalah ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur mengenai pribadi alamiah
(manusia) sebagai subjek hukum dalam hukum atau mengatur segala sesuatu yang
berkaiatan dengan kecakapan seseorang dalam hukum, hak-hak (kewajiban)
subjektif seseorang serta hal-hal yang mempunyai pengaruh terhadap kedudukan
seseorang sebagai subjek hukum, seperti jenis kelamin, status menikah, umur,
domisili, status dibawah pengampuan, atau pendewasaan serta mengatur mengenai
register pencatatan sipil.[1]
Pada dasarnya subjek hukum dalam hukum perdata dapat dibedakan
atas:
a. Manusia pribadi (naturlijke
persoon)
b. Badan hukum (rechts persoon)
Yang
dimaksud manusia pribadi ialah manusia yang mempunyai cipta (pikir), rasa
(perasaan) dan karsa (kehendak). Manusia pribadi sebagai pendukung hak dan
kewajiban mulai dari lahir sampai meninggal dunia dengan mengingat pasal 2 KUH
perdata. Di dalam pasal 2 KUH perdata dijelaskan bahwa anak yang ada dalam
kandungan dianggap sebagai telah dilaihirkan, bilamana juga kepentingan si anak
menghendakinya. Anak di dalam kandungan harus diperhatikan kalau memang ada
kepentingan terhadap anak yang ada dalam kandungan, misalnya tentang pembagian
waris (pasal 836 KUH perdata) dan hibah (pasal 1679 KUH perdata).[2]
Dari lahirnya setiap seseorang itu menjadi subjek hukum sampai pada saat
meninggalnya. Baru setelah kematianyalah seseorang dianggap berhenti menjadi
subjek hukum.
Badan hukum ialah suatu badan usaha yang
berdasarkan hukum yang berlaku serta berdasarkan pada kenyataan persyaratan
yang telah dipenuhinya telah diakui sebagai badan hukum, yakni badan usaha yang
telah dianggap atau digolongkan berkedudukan sebagai subjek hukum sehingga
mempunyai kedudukan yang sama dengan orang, meskipun dalam menggunakan hak dan
melaksanakan kewajibannya harus dilakukan atau diwakilkan melalui para pengurusnya.
Contoh-contoh badan hukum: PT
(Perseroan Terbatas), Yayasan, PN (Perusahaan Negara), Perjan (Perusahaan
Jawatan), dan sebagainya.
Objek
hukum ialah segala sesuatu yang menjadi sasaran pengaturan hukum dimana segala
hak dan kewajiban serta kekuasan subjek hukum berkaitan di dalamnya.
Misalkan benda-benda ekonomi, yaitu benda-benda yang untuk dapat diperoleh manusia memerlukan "pengorbanan" dahulu sebelumnya. Hal pengorbanan dan prosedur perolehan benda-benda tersebut inilah yang menjadi sasaran pengaturan hukum dan merupakan perwujudan dari hak dan kewajiban subjek hukum yang bersangkutan sehingga benda-benda ekonomi tersebut menjadi objek hukum. Sebaliknya benda-benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum karena untuk memperoleh benda-benda non ekonomi tidak diperlukan pengorbanan mengingat benda-benda tersebut dapat diperoleh secara bebas. Akibatnya, dalam hal ini tidak ada yang perlu diatur oleh hukum. Karena itulah akan benda-benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum.
Misalkan benda-benda ekonomi, yaitu benda-benda yang untuk dapat diperoleh manusia memerlukan "pengorbanan" dahulu sebelumnya. Hal pengorbanan dan prosedur perolehan benda-benda tersebut inilah yang menjadi sasaran pengaturan hukum dan merupakan perwujudan dari hak dan kewajiban subjek hukum yang bersangkutan sehingga benda-benda ekonomi tersebut menjadi objek hukum. Sebaliknya benda-benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum karena untuk memperoleh benda-benda non ekonomi tidak diperlukan pengorbanan mengingat benda-benda tersebut dapat diperoleh secara bebas. Akibatnya, dalam hal ini tidak ada yang perlu diatur oleh hukum. Karena itulah akan benda-benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum.
Misalkan
sinar matahari, air hujan, hembusan angin, aliran air di daerah pegunungan yang
terus mengalir melalui sungai-sungai atau saluran-saluran air. Untuk memperoleh
itu semua kita tidak perlu membayar atau mengeluarkan pengorbanan apapun juga,
mengingat jumlahnya yang tak terbatas dan selalu ada. Lain halnya dengan
benda-benda ekonomi yang jumlahnya terbatas dan tidak selalu ada, sehingga
untuk memperolehnya diperlukan suatu pengorbanan tertentu, umpamanya melalui,
pembayaran imbalan, dan sebagainya.
Akibat
hukum ialah segala akibat.konsekuensi yang terjadi dari segala perbuatan hukum
yang dilakukan oleh subjek hukum terhadap objek hukum ataupun akibat-akibat
lain yang disebabkan oleh kejadian-kejadian tertentu yang oleh hukum yang
bersangkutan sendiri telah ditentukan atau dianggap sebagai akibat hukum.
Akibat hukum inilah yang selanjutnya merupakan sumber lahirnya hak dan
kewajiban lebih lanjut bagi subjek-subjek hukum yang bersangkutan.
B. Kewenangan
Berhak Dan Berbuat
Sebagaimana
telah dikatakan bahwa berakhirnya seseorang sebagai pendukung hak dan kewajiban
dalam perdata adalah apabila ia meninggal dunia, artinya seseorang masih hidup
selama itu pula ia mempunyai kewenangan atau berhak (rechsbevoegdheid). Namun
Demikian Ada Faktor Yang Mempengaruhi Kewenamgan Berhak Seseorang Yang Sifatnya
Membatasi, Kewenangan Berhak Tersebut Antara Lain Adalah:
1) Kewarganegaraan; misalnya dalam pasal 21 ayat (1) UUPA disebutkan bahwa hanya warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik.
1) Kewarganegaraan; misalnya dalam pasal 21 ayat (1) UUPA disebutkan bahwa hanya warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik.
2) Tempat tinggal; misalnya dalam
pasal 3 peraturan Pemerintah No.24 tahun 1960 dalam pasal 1 Peraturan
Pemerintah No.41 tahun 1964 (tambahan pasal 3a s/d 3c) jo pasal 10 ayat (2)
UUPA disebutkan larangan kepemilikan tanah pertanian oleh orang yang bertempat tinggal
di luar kecamatan tempat letak tanahnya.
3) Tingkah laku atau perbuatan;
misalnya dalam pasal 19 dan 53 Undang-undang No.1 tahun 1974 disebutkan, bahwa
kekuasaan orang tua dan wali dapat dicabut dengan keputusan pengadilan dalam
hal ia sangat melalaikan kewajibannya sebagai orang tua atau wali berkelakuan
buruk sekali.
C. Akibat
Ketidak cakapan
Menurut
hukum manusia pribadi (natuurlijk person) mempunyai hak dan kewajiban, akan tetapi
tidak selalu cakap hukum (rechtsbekwaam) untuk melakukan perbuatan hukum.
orang-orang yang menurut Undang-undang tidak cakap untuk melakukan perbuatan
hukum adalah :
1.
Orang
yang belum dewasa, yaitu anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan (pasal 1330 BW jo pasal 47 UU No. 1 Tahun 1974)
2.
.
Orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan, yaitu orang-orang dewasa tapi
dalam keadaan dungu, gila, mata gelap, dan pemboros (pasal 1330 BW jo pasal 433
BW);
3.
.
Orang-orang yang dilarang undang-undang untuk melakukan perbuatan-perbuatan
hukum tertentu, misalnya orang dinyatakan pailit (pasal 1330 BW jo
Undang-undang kepailitan).
Jadi orang yang
mempunyai kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum (rechtbekwamheid) adalah
orang yang dewasa dan sehat akal pikirannya serta tidak dilarang oleh suatu
Undang- undang untuk melakukan perbuatan hukum tertentu.
Orang-orang yang belum dewasa dan orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele) dalam melakukan perbuatan hukum diwakili oleh orang tuanya, walinya atau pengampunya (curator), sedangkan penyelesaian utang piutang orang-orang yang dinyatakan pailit dilaksanakan oleh balai Harta peninggalan (weeskamer).
Selanjutnya apabila dihubungkan dengan kecakapan hukum (rechtsbekwaamheid) dan kewenangan hukum (rechtsbevoegdheid), maka uraian diatas menunjukkan bahwa setiap orang adalah subyek hukum, yakni pendukung hak dan kewajiban, namun tidak setiap orang cakap untuk untuk melakukan perbuatan hukum. Dan orang yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum (rechtsbekwaam) tidak selalu berwenang untuk melakukan perbuatan hukum (rechtsbevoegd ).
Orang-orang yang belum dewasa dan orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele) dalam melakukan perbuatan hukum diwakili oleh orang tuanya, walinya atau pengampunya (curator), sedangkan penyelesaian utang piutang orang-orang yang dinyatakan pailit dilaksanakan oleh balai Harta peninggalan (weeskamer).
Selanjutnya apabila dihubungkan dengan kecakapan hukum (rechtsbekwaamheid) dan kewenangan hukum (rechtsbevoegdheid), maka uraian diatas menunjukkan bahwa setiap orang adalah subyek hukum, yakni pendukung hak dan kewajiban, namun tidak setiap orang cakap untuk untuk melakukan perbuatan hukum. Dan orang yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum (rechtsbekwaam) tidak selalu berwenang untuk melakukan perbuatan hukum (rechtsbevoegd ).
Dengan demikian
kecakapan hukum (rechtsbekwaamheid) adalah syarat umum, sedangkan kewenangan
hukum (rechtsbevoegdheid) adalah syarat untuk melakukan perbuatan hukum.
D. Pendewasaan
Dan Akibat Hukumnya
Pendewasaan
merupakan suatu cara untuk memindahkan keadaan belum dewasa terhadap
orang-orang yang belum mencapai umur 21 tahun. Jadi maksudnya adalah memberikan
kedudukan hukum (penuh atau terbatas) sebagai orang dewasa kepada orang-orang
yang belum dewasa. Pendewasan penuh hanya diberikan kepada orang-orang yang
telah mencapai umur 18 tahun, yang diberikan dengan Keputusan Pengadilan Negri.
E. Pengertian
Dan Pentingnya Domisili
1.Pengertian domisili
Domisili
adalah terjemahan dari domicile atau woonplaats yang artinya tempat tinggal.
Menurut sri soedewi Masjchoen sofwan[3]
domisili atau tempat kediaman itu adalah:
“tempat di mana seseorang dianggap hadir mengenai hal melakukan hak-haknya dan memenuhi kewajibannya juga meskipun kenyataannya dia tidak di situ”
Menurut kitab Undang-Undang Hukum Perdata tempat kediaman itu seringkali ialah rumahnya, kadang-kadang kotanya. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa setiap orang dianggap selalu mempunyai tempat tinggal di mana ia sehari-harinya melakukan kegiatannya atau di mana ia berkediaman pokok. Kadang-kadang menetapkan tempat kediaman seseorang itu sulit, karena selalu berpindah-pindah (banyak rumahnya). Untuk memudahkan hal tersebut dibedakan antara tempat kediaman hukum (secara yuridis) dan tempat kediaman yang sesungguhnya.
“tempat di mana seseorang dianggap hadir mengenai hal melakukan hak-haknya dan memenuhi kewajibannya juga meskipun kenyataannya dia tidak di situ”
Menurut kitab Undang-Undang Hukum Perdata tempat kediaman itu seringkali ialah rumahnya, kadang-kadang kotanya. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa setiap orang dianggap selalu mempunyai tempat tinggal di mana ia sehari-harinya melakukan kegiatannya atau di mana ia berkediaman pokok. Kadang-kadang menetapkan tempat kediaman seseorang itu sulit, karena selalu berpindah-pindah (banyak rumahnya). Untuk memudahkan hal tersebut dibedakan antara tempat kediaman hukum (secara yuridis) dan tempat kediaman yang sesungguhnya.
Tempat
kediaman hukum adalah tempat dimana seseorang dianggap selalu hadir berhubungan
dengan hal melakukan hak-haknya serta kewajiban-kewajibannya, meskipun
sesungguhnya mungkin ia bertempat tinggal di lain tempat. Menurut Pasal 77,
Pasal 1393; 2 KUHPerdata tempat tinggal itu adalah “tempat tinggal dimana
sesuatu perbuatan hukum harus dilakukan”. Bagi orang yang tidak mempunyai
tempat kediaman tertentu,maka tenpat tinggal dianggap di mana ia sungguh-sungguh
berada.
2.
Macam domisili
a.
Tempat
tinggal sesungguhnya yaitu tempat yang bertalian dengan hak-hak melakukan
wewenang seumumnya. Tempat tinggal sesungguhnya dibedakan antara:
§
Tempat tinggal sukarela/bebas yang tidak terikat/tergantung hubungannya dengan
orang lain.
§
Tempat tinggal yang wajib/tidak bebas yaitu yang ditentukan oleh hubungan yang
ada antara seseorang dengan orang lain.
Misalnya: tempat tinggal suami istri, tempat tinggal anak yang
belum dewasa di rumah orang tuanya, orang di bawah pengampuan di tempat curatornya.
b.
Tempat
tinggal yang dipilih, yaitu tempat tinggal yang berhubungan dengan hal-hal melakukan perbuatan hukum tertentu saja.
Tempat tinggal yang dipilih ini untuk memudahkan pihak lain atau untuk
kepentingan pihak yang memilih tempat tinggal tersebut.
Tempat tinggal yang dipilih ada dua macam yaitu:
Tempat tinggal yang dipilih ada dua macam yaitu:
• Tempat kediaman yang dipilih atas dasar undang-undang misalnya
dalam hukum acara dalam menentukan waktu eksekusi dari vonis.
• Tempat kediaman yang dipilih secara bebas misalnya dalam melakukan pembayaran memilih kantor notaries[4]. Menurut
subekti ada juga yang disebut “rumah kematian” atau “domisili penghabisan”,
yaitu rumah di mana seseorang meninggal dunia. Rumah penghabisan ini mempunyai
arti penting untuk:
o Menentukan hokum waris yang harus diterapkan
o Untuk menentukan kewenagan mengadili kalau ada gugatan Tempat
kediaman untuk Badan Hukum disebut tempat kedudukan badan hukum ialah tempat
dimana pengurusnya menetap Menurut KUHPerdata domisili/tempat tinggal itu ada
dua jenis, yaitu:
1.Tempat tinggal umum terdiri dari:
Ø
Tempat tinggal sukarela atau bebas:
Pasal 17 KUHperdata menyatakan bahwa setiap orang dianggap
mempunyai tempat tinggal di mana ia menempatkan kediaman utamanya. Dalam hal
seseorang tidak mempunyai tempat kediaman utama maka tempat tinggal dimana ia
benar-benar berdiam adalah tempat tinggal nya.
ØTempat
tinggal yang bergantung pada orang lain, misalnya: wanita bersuami mengikuti
suaminya
-Anak di bawah umur mengikuti tempat tinggal orang tuanya/walinya
- Orang dewasa yang ada di bawah pengampuan mengikuti curatornya
- Orang dewasa yang ada di bawah pengampuan mengikuti curatornya
- Pekerja /buruh mengikuti tempat tinggal majikannya
2.Tempat tinggal khusus atau yang dipilih menurut pasal 24 KUH perdata
ada dua macam, yaitu:
•Tempat tinggal yang terpaksa dipilih ditentukan undang-undang (pasal 106:2 KUHPerdata).
•Tempat tinggal yang dipilih secara sukarela harus dilakukan secara tertulis artinya harus dengan akta (pasal 24:1 KUHPerdata), bila ia pindah maka untuk tindakan hukum yang dilakukannya ia tetap bertempat tinggal di tempat yang lama.
Arti pentingnya domisili untuk seseorang, domisili itu penting untuk seseorang dalam hal sebagai berikut:
•Tempat tinggal yang terpaksa dipilih ditentukan undang-undang (pasal 106:2 KUHPerdata).
•Tempat tinggal yang dipilih secara sukarela harus dilakukan secara tertulis artinya harus dengan akta (pasal 24:1 KUHPerdata), bila ia pindah maka untuk tindakan hukum yang dilakukannya ia tetap bertempat tinggal di tempat yang lama.
Arti pentingnya domisili untuk seseorang, domisili itu penting untuk seseorang dalam hal sebagai berikut:
• Untuk menentukan atau menunjukan suatu tempat di mana berbagai
perbuatan hukum harus dilakukan, misalnya mengajukan gugatan, pengadilan mana
yang berwenang mengadili.[5]
• Untuk mengetahui dengan siapakah seseorang itu melakukan hubungan
hokum serta apa yang menjadi hak dan kewajiban masing-masing.[6]
• Untuk membatasi kewenangan berhak seseorang.
F. Pengertian Catatan Sipil
Pengertian
Catatan Sipil adalah Catatan Kependudukan / kewarganegaraan oleh pemerintah
untuk memberikan kedudukan hukum terhadap peristiwanya yang membawa akibat
hukum keperdataan dari diri seseorang dimulai sejak kelahiran sampai peristiwa
kematian. Pengertian Akta adalah surat yang diperbuat demikian oleh atau
dihadapan pegawai yang berwenang untuk membuatnya menjadi bukti yang cukup bagi
kedua belah pihak dan ahli warisnya maupun berkaitan dengan pihak lainnya
sebagai hubungan hukum, tentang segala hal yang disebut didalam surat itu
sebagai pemberitahuan hubungan langsung dengan perhal pada akta itu. (Pasal 165
Staatslad Tahun 1941 Nomor 84). Pengertian Akta Catatan Sipil adalah Akta yang
memuat catatan peristiwa-peristiwa penting kehidupan seseorang yaitu :
Kelahiran, perkawinan, perceraian, pengakuan/pengesahan anak dan kematian.
Landasan Hukum Penyelenggaraan Catatan Sipil dan Kependudukan
1.Intsruksi Presidium Kabinet AMpera Nomor 31/U/IN/12/66
2.Kepres Nomor 52 Tahun 1977
3.Kepres Nomor 12 Tahun 1983
4.Kepmendagri Nomor 54 Tahun 1983
5.Perda Kab. Dati II Badung Nomor 5 Tahun 1986
6.Kepmendagri Nomor 117 Tahun 1992
7.Perda kab Dati II Badung Nomor 1 Tahun 1993
8.Kepmendagri Nomor 44 Tahun 1995
9.Perda Kab Dati II Badung Nomor 7 tahun 1995
G. Studi Kasus
Hukum Perdata
1.Toko
Ateng menjual kayu jati kepada perusahaan Bejo dan pembayaran atas pembelian
kayu jati tersebut menggunakan sistem tempo 15 hari kemudian. Suatu hari
setelah toko Ateng mengirim kayu jati ke perusahaan Bejo dan berniat menagih 15
hari kemudian baru diketahui bahwa perusahaan Bejo dalam proses pailit.
Khawatir bila tagihan atas kayu jati tidak terbayar, maka toko Ateng melaporkan
perusahaan Bejo ke polisi sambil membawa bukti-bukti pengiriman dan pembeliatan
atas kayu jati tersebut. Laporan toko Ateng terhadap perusahaan Bejo merupakan
laporan kasus perdata,
2. Sebut saja si Andi, seorang dokter, bekerjasama dengan si Beni
seorang pemilik klinik kesehatan.
Kerjasama ini dituangkan dalam sebuah akta notaris berisi perjanjian kerjasama untuk jangka waktu 3 tahun. Di dalam perjanjian ini disebutkan bahwa pihak yang memutuskan kerjasama sebelum jangka waktu selesai harus membayar penalti sebesar Rp50jt Seiring berjalannya waktu, Si Andi merasa hanya dimanfaatkan oleh si Beni, sehingga posisinya seakan - akan bukan lagi sebagai rekan tapi menjadi karyawan / bawahan.
Kerjasama ini dituangkan dalam sebuah akta notaris berisi perjanjian kerjasama untuk jangka waktu 3 tahun. Di dalam perjanjian ini disebutkan bahwa pihak yang memutuskan kerjasama sebelum jangka waktu selesai harus membayar penalti sebesar Rp50jt Seiring berjalannya waktu, Si Andi merasa hanya dimanfaatkan oleh si Beni, sehingga posisinya seakan - akan bukan lagi sebagai rekan tapi menjadi karyawan / bawahan.
Pertanyaannya: :
1. Jika si Andi mengundurkan diri/ memutuskan kontrak sepihak, sejauh mana si Beni dapat menuntut pembayaran penalti, mengingat tidak ada jaminan, baik ijazah maupun surat berharga apapun.
1. Jika si Andi mengundurkan diri/ memutuskan kontrak sepihak, sejauh mana si Beni dapat menuntut pembayaran penalti, mengingat tidak ada jaminan, baik ijazah maupun surat berharga apapun.
2. Jika permasalahan ini sampai ke meja hijau, apakah si B dapat
meminta penyitaan terhadap harta si Andi, disini si Andi tidak memiliki harta
tidak bergerak baik tanah, rumah maupun kendaraan atas namanya.
Prosedur Mediasi
Orang yang merasa dirugikan orang lain
dan ingin mendapatkan kembali haknya, harus mengupayakan melalui prosedur yang
berlaku, yaitu melalui litigasi (pengadilan).
Di
pengadilan, penyelesaian perkara dimulai dengan mengajukan gugatan ke
pengadilan yang berwenang dan dalam pemeriksaan di persidangan juga harus
memperhatikan surat gugatan yang bisa diubah sebelum jadwal persidangan
ditentukan oleh ketua pengadilan atau oleh hakim itu sendiri, Apabila dalam
pengajuan gugatan ke pengadilan negeri dan gugatan dinyatakan diterima oleh
pihak pengadilan negeri, maka oleh hakim yang memeriksa perkara perdata,
perdamaian selalu diusahakan sebelum pemeriksaan perkara perdata dilakukan.
Seperti yang tercantum dalam pasal 130 HIR tentang pelaksanaan perdamaian di
muka sidang disebutkan bahwa:
(1)
Jika pada hari yang telah ditentukan kedua belah pihak datang menghadap, maka
pengadilan negeri dengan perantaraan ketuanya berusaha mencapai perdamaian
antara kedua belah pihak.
(2)
Jika dapat dicapai perdamaian sedemikian, maka dibuatlah untuk itu suatu akta
dalam sidang tersebut, dimana kedua pihak dihukum untuk mentaati isi
persetujuan yang telah dicapai itu, akta mana mempunyai kekuatan yang sama dan
dilaksanakan dengan cara yang sama sebagai suatu putusan biasa.
(3)
Tahap putusan sedemikian tidak dapat dimintakan banding.
(4)
Jika dalam usaha untuk mencapai perdamaian tersebut diperlukan bantuan seorang
juru bahasa, maka diikuti ketentuan-ketentuan dalam pasal berikut:
Pada saat ini hakim dapat berperan
secara aktif sebagaimana dikehendaki oleh HIR. Untuk keperluan perdamaian itu
sidang lalu diundur untuk memberi kesempatan mengadakan perdamaian. Pada hari
sidang berikutnya apabila mereka berhasil mengadakan perdamaian, disampaikanlah
kepada hakim di persidangan hasil perdamaiannya yang lazimnya berupa surat
perjanjian di bawah tangan yang ditulis di atas kertas bermaterai.
Berdasarkan
adanya perdamaian antara kedua belah pihak itu maka hakim menjatuhkan
putusannya (acta van vergelijk), yang isinya menghukum kedua belah pihak
untuk memenuhi isi perdamaian yang telah dibuat oleh mereka.
Adapun kekuatan putusan perdamaian ini
sama dengan putusan biasa dan dapat dilaksanakan seperti putusan-putusan
lainnya. Hanya dalam hal ini banding tidak dimungkinkan. usaha perdamaian ini
terbuka dalam sepanjang pemeriksaan di persidangan. Adapun pengertian
perdamaian
dalam acara perdata yaitu penyelesaian sengketa gugatan dengan
perantara/kesepakatan para pihak untuk secara ikhlas dengan mengorbankan
sebagian kepentingannya dengan tujuan untuk mengakhiri sengketa.
Dalam perkara perdata, sangat
dimungkinkan terjadinya perdamaian dalam setiap tingkat. Baik sebelum perkara
itu digelar maupun sebelum digelar di persidangan. Dalam mengupayakan
perdamaian digunakan PERMA No 1 tahun 2008 Tentang Mediasi, yang mewajibkan
agar semua perkara yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib untuk
diselesaikan melalui perdamaian dengan bantuan mediator yang diatur dalam pasal
2, ayat (3) dan (4) yang berbunyi yaitu: (3) Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan
peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau
Pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum. (4) Hakim dalam
pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara yang bersangkutan
telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan menyebutkan nama mediator
untuk perkara yang bersangkutan. Perdamaian itu sendiri pada dasarnya harus
mengakhiri perkara, harus dinyatakan dalam bentuk tertulis, perdamaian harus
dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam perkara dan oleh orang yang
mempunyai kuasa untuk itu, dan ditetapkan dengan akta perdamaian yang mempunyai
kekuatan hukum dan sifatnya final.
[1]
Rachmadi Usman, aspek-aspek Hukum perorangan dan kekeluargaan di
Indonesia,Sinar Grafika jakarta 2006, hlm:35.
[4]
. Sofwan, Sri
Soedewi Masjchoen, Hukum-Perdata Hak
Milik Hak
Kebendaan, Liberty yogyakarta 2000. Hlm:120
Tidak ada komentar:
Posting Komentar