Kamis, 28 Maret 2013

HUKUM TENTANG PERORANGAN


TUGAS MAKALAH SMESTER IV


BY: M.Nur Ali
PROGAM STUDI: MUAMALAT
MATERI: HUKUM PERDATA DAN DAGANG
DOSEN:         JUNAIDI.

FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG
Jl. Menoreh Tengah X No.22 Sampangan Semarang


DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN.....................................................................................................1
Rumusan Masalah.....................................................................................................2

BAB II. PEMBAHASAN

A.Pengertian Hukum Perorangan............................................................................3


B. Kewenangan Berhak Dan Berbuat .....................................................................5

C. Akibat  Ketidak Cakapan  ...................................................................................5

D. Pendewasaan Dan Akibat Hukumnya  ..............................................................6

            E. Pengertian Dan Pentingnya Domisili................................................................. 6
1.Pengertian domisili ...........................................................................        6
2. Macam domisili ..........................................................................               7
            F. Pengertian Catatan Sipil.............................................................................        9
            G. Studi Kasus Hukum Perdata......................................................................       10
                        Prosedur Mediasi.................................................................................       10
 BAB III. KESIMPULAN...........................................................................................       12
                         PENUTUP....................................................................................                 13
            Daftar Pustaka...............................................................................                 14



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Hukum Perorangan
Hukum perorangan adalah ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur mengenai pribadi alamiah (manusia) sebagai subjek hukum dalam hukum atau mengatur segala sesuatu yang berkaiatan dengan kecakapan seseorang dalam hukum, hak-hak (kewajiban) subjektif seseorang serta hal-hal yang mempunyai pengaruh terhadap kedudukan seseorang sebagai subjek hukum, seperti jenis kelamin, status menikah, umur, domisili, status dibawah pengampuan, atau pendewasaan serta mengatur mengenai register pencatatan sipil.[1]
Pada dasarnya subjek hukum dalam hukum perdata dapat dibedakan atas:
a. Manusia pribadi (naturlijke persoon)
b. Badan hukum (rechts persoon)
Yang dimaksud manusia pribadi ialah manusia yang mempunyai cipta (pikir), rasa (perasaan) dan karsa (kehendak). Manusia pribadi sebagai pendukung hak dan kewajiban mulai dari lahir sampai meninggal dunia dengan mengingat pasal 2 KUH perdata. Di dalam pasal 2 KUH perdata dijelaskan bahwa anak yang ada dalam kandungan dianggap sebagai telah dilaihirkan, bilamana juga kepentingan si anak menghendakinya. Anak di dalam kandungan harus diperhatikan kalau memang ada kepentingan terhadap anak yang ada dalam kandungan, misalnya tentang pembagian waris (pasal 836 KUH perdata) dan hibah (pasal 1679 KUH perdata).[2] Dari lahirnya setiap seseorang itu menjadi subjek hukum sampai pada saat meninggalnya. Baru setelah kematianyalah seseorang dianggap berhenti menjadi subjek hukum.
 Badan hukum ialah suatu badan usaha yang berdasarkan hukum yang berlaku serta berdasarkan pada kenyataan persyaratan yang telah dipenuhinya telah diakui sebagai badan hukum, yakni badan usaha yang telah dianggap atau digolongkan berkedudukan sebagai subjek hukum sehingga mempunyai kedudukan yang sama dengan orang, meskipun dalam menggunakan hak dan melaksanakan kewajibannya harus dilakukan atau diwakilkan melalui para pengurusnya.
Contoh-contoh badan hukum: PT (Perseroan Terbatas), Yayasan, PN (Perusahaan Negara), Perjan (Perusahaan Jawatan), dan sebagainya.
Objek hukum ialah segala sesuatu yang menjadi sasaran pengaturan hukum dimana segala hak dan kewajiban serta kekuasan subjek hukum berkaitan di dalamnya.
Misalkan benda-benda ekonomi, yaitu benda-benda yang untuk dapat diperoleh manusia memerlukan "pengorbanan" dahulu sebelumnya. Hal pengorbanan dan prosedur perolehan benda-benda tersebut inilah yang menjadi sasaran pengaturan hukum dan merupakan perwujudan dari hak dan kewajiban subjek hukum yang bersangkutan sehingga benda-benda ekonomi tersebut menjadi objek hukum. Sebaliknya benda-benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum karena untuk memperoleh benda-benda non ekonomi tidak diperlukan pengorbanan mengingat benda-benda tersebut dapat diperoleh secara bebas. Akibatnya, dalam hal ini tidak ada yang perlu diatur oleh hukum. Karena itulah akan benda-benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum.
Misalkan sinar matahari, air hujan, hembusan angin, aliran air di daerah pegunungan yang terus mengalir melalui sungai-sungai atau saluran-saluran air. Untuk memperoleh itu semua kita tidak perlu membayar atau mengeluarkan pengorbanan apapun juga, mengingat jumlahnya yang tak terbatas dan selalu ada. Lain halnya dengan benda-benda ekonomi yang jumlahnya terbatas dan tidak selalu ada, sehingga untuk memperolehnya diperlukan suatu pengorbanan tertentu, umpamanya melalui, pembayaran imbalan, dan sebagainya.
Akibat hukum ialah segala akibat.konsekuensi yang terjadi dari segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum terhadap objek hukum ataupun akibat-akibat lain yang disebabkan oleh kejadian-kejadian tertentu yang oleh hukum yang bersangkutan sendiri telah ditentukan atau dianggap sebagai akibat hukum. Akibat hukum inilah yang selanjutnya merupakan sumber lahirnya hak dan kewajiban lebih lanjut bagi subjek-subjek hukum yang bersangkutan.


B. Kewenangan Berhak Dan Berbuat
Sebagaimana telah dikatakan bahwa berakhirnya seseorang sebagai pendukung hak dan kewajiban dalam perdata adalah apabila ia meninggal dunia, artinya seseorang masih hidup selama itu pula ia mempunyai kewenangan atau berhak (rechsbevoegdheid). Namun Demikian Ada Faktor Yang Mempengaruhi Kewenamgan Berhak Seseorang Yang Sifatnya Membatasi, Kewenangan Berhak Tersebut Antara Lain Adalah:
1) Kewarganegaraan; misalnya dalam pasal 21 ayat (1) UUPA disebutkan bahwa hanya warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik.
2) Tempat tinggal; misalnya dalam pasal 3 peraturan Pemerintah No.24 tahun 1960 dalam pasal 1 Peraturan Pemerintah No.41 tahun 1964 (tambahan pasal 3a s/d 3c) jo pasal 10 ayat (2) UUPA disebutkan larangan kepemilikan tanah pertanian oleh orang yang bertempat tinggal di luar kecamatan tempat letak tanahnya.
3) Tingkah laku atau perbuatan; misalnya dalam pasal 19 dan 53 Undang-undang No.1 tahun 1974 disebutkan, bahwa kekuasaan orang tua dan wali dapat dicabut dengan keputusan pengadilan dalam hal ia sangat melalaikan kewajibannya sebagai orang tua atau wali berkelakuan buruk sekali.
C. Akibat Ketidak cakapan
Menurut hukum manusia pribadi (natuurlijk person) mempunyai hak dan kewajiban, akan tetapi tidak selalu cakap hukum (rechtsbekwaam) untuk melakukan perbuatan hukum. orang-orang yang menurut Undang-undang tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum adalah :
1.      Orang yang belum dewasa, yaitu anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan (pasal 1330 BW jo pasal 47 UU No. 1 Tahun 1974)
2.      . Orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan, yaitu orang-orang dewasa tapi dalam keadaan dungu, gila, mata gelap, dan pemboros (pasal 1330 BW jo pasal 433 BW);
3.      . Orang-orang yang dilarang undang-undang untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum tertentu, misalnya orang dinyatakan pailit (pasal 1330 BW jo Undang-undang kepailitan).
Jadi orang yang mempunyai kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum (rechtbekwamheid) adalah orang yang dewasa dan sehat akal pikirannya serta tidak dilarang oleh suatu Undang- undang untuk melakukan perbuatan hukum tertentu.
Orang-orang yang belum dewasa dan orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele) dalam melakukan perbuatan hukum diwakili oleh orang tuanya, walinya atau pengampunya (curator), sedangkan penyelesaian utang piutang orang-orang yang dinyatakan pailit dilaksanakan oleh balai Harta peninggalan (weeskamer).
Selanjutnya apabila dihubungkan dengan kecakapan hukum (rechtsbekwaamheid) dan kewenangan hukum (rechtsbevoegdheid), maka uraian diatas menunjukkan bahwa setiap orang adalah subyek hukum, yakni pendukung hak dan kewajiban, namun tidak setiap orang cakap untuk untuk melakukan perbuatan hukum. Dan orang yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum (rechtsbekwaam) tidak selalu berwenang untuk melakukan perbuatan hukum (rechtsbevoegd ).
Dengan demikian kecakapan hukum (rechtsbekwaamheid) adalah syarat umum, sedangkan kewenangan hukum (rechtsbevoegdheid) adalah syarat untuk melakukan perbuatan hukum.
D. Pendewasaan Dan Akibat Hukumnya
Pendewasaan merupakan suatu cara untuk memindahkan keadaan belum dewasa terhadap orang-orang yang belum mencapai umur 21 tahun. Jadi maksudnya adalah memberikan kedudukan hukum (penuh atau terbatas) sebagai orang dewasa kepada orang-orang yang belum dewasa. Pendewasan penuh hanya diberikan kepada orang-orang yang telah mencapai umur 18 tahun, yang diberikan dengan Keputusan Pengadilan Negri.
E. Pengertian Dan Pentingnya Domisili
1.Pengertian domisili
Domisili adalah terjemahan dari domicile atau woonplaats yang artinya tempat tinggal. Menurut sri soedewi Masjchoen sofwan[3] domisili atau tempat kediaman itu adalah:
“tempat di mana seseorang dianggap hadir mengenai hal melakukan hak-haknya dan memenuhi kewajibannya juga meskipun kenyataannya dia tidak di situ”
Menurut kitab Undang-Undang Hukum Perdata tempat kediaman itu seringkali ialah rumahnya, kadang-kadang kotanya. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa setiap orang dianggap selalu mempunyai tempat tinggal di mana ia sehari-harinya melakukan kegiatannya atau di mana ia berkediaman pokok. Kadang-kadang menetapkan tempat kediaman seseorang itu sulit, karena selalu berpindah-pindah (banyak rumahnya). Untuk memudahkan hal tersebut dibedakan antara tempat kediaman hukum (secara yuridis) dan tempat kediaman yang sesungguhnya.
Tempat kediaman hukum adalah tempat dimana seseorang dianggap selalu hadir berhubungan dengan hal melakukan hak-haknya serta kewajiban-kewajibannya, meskipun sesungguhnya mungkin ia bertempat tinggal di lain tempat. Menurut Pasal 77, Pasal 1393; 2 KUHPerdata tempat tinggal itu adalah “tempat tinggal dimana sesuatu perbuatan hukum harus dilakukan”. Bagi orang yang tidak mempunyai tempat kediaman tertentu,maka tenpat tinggal dianggap di mana ia sungguh-sungguh berada.
2. Macam domisili
a.       Tempat tinggal sesungguhnya yaitu tempat yang bertalian dengan hak-hak melakukan wewenang seumumnya. Tempat tinggal sesungguhnya dibedakan antara:
§ Tempat tinggal sukarela/bebas yang tidak terikat/tergantung hubungannya dengan orang lain.
§ Tempat tinggal yang wajib/tidak bebas yaitu yang ditentukan oleh hubungan yang ada antara seseorang dengan orang lain.
Misalnya: tempat tinggal suami istri, tempat tinggal anak yang belum dewasa di rumah orang tuanya, orang di bawah pengampuan di tempat curatornya.
b.      Tempat tinggal yang dipilih, yaitu tempat tinggal yang berhubungan dengan hal-hal      melakukan perbuatan hukum tertentu saja. Tempat tinggal yang dipilih ini untuk memudahkan pihak lain atau untuk kepentingan pihak yang memilih tempat tinggal tersebut.
Tempat tinggal yang dipilih ada dua macam yaitu:
• Tempat kediaman yang dipilih atas dasar undang-undang misalnya dalam hukum acara dalam menentukan waktu eksekusi dari vonis.
• Tempat kediaman yang dipilih secara bebas misalnya dalam  melakukan pembayaran memilih kantor notaries[4]. Menurut subekti ada juga yang disebut “rumah kematian” atau “domisili penghabisan”, yaitu rumah di mana seseorang meninggal dunia. Rumah penghabisan ini mempunyai arti penting untuk:
o Menentukan hokum waris yang harus diterapkan
o Untuk menentukan kewenagan mengadili kalau ada gugatan Tempat kediaman untuk Badan Hukum disebut tempat kedudukan badan hukum ialah tempat dimana pengurusnya menetap Menurut KUHPerdata domisili/tempat tinggal itu ada dua jenis, yaitu:
1.Tempat tinggal umum terdiri dari:
Ø Tempat tinggal sukarela atau bebas:
Pasal 17 KUHperdata menyatakan bahwa setiap orang dianggap mempunyai tempat tinggal di mana ia menempatkan kediaman utamanya. Dalam hal seseorang tidak mempunyai tempat kediaman utama maka tempat tinggal dimana ia benar-benar berdiam adalah tempat tinggal nya.
ØTempat tinggal yang bergantung pada orang lain, misalnya: wanita bersuami mengikuti suaminya
-Anak di bawah umur mengikuti tempat tinggal orang tuanya/walinya
- Orang dewasa yang ada di bawah pengampuan mengikuti curatornya
- Pekerja /buruh mengikuti tempat tinggal majikannya
2.Tempat tinggal khusus atau yang dipilih menurut pasal 24 KUH perdata ada dua macam, yaitu:
•Tempat tinggal yang terpaksa dipilih ditentukan undang-undang (pasal 106:2 KUHPerdata).
•Tempat tinggal yang dipilih secara sukarela harus dilakukan secara tertulis artinya harus dengan akta (pasal 24:1 KUHPerdata), bila ia pindah maka untuk tindakan hukum yang dilakukannya ia tetap bertempat tinggal di tempat yang lama.
Arti pentingnya domisili untuk seseorang, domisili itu penting untuk seseorang dalam hal sebagai berikut:
• Untuk menentukan atau menunjukan suatu tempat di mana berbagai perbuatan hukum harus dilakukan, misalnya mengajukan gugatan, pengadilan mana yang berwenang mengadili.[5]
• Untuk mengetahui dengan siapakah seseorang itu melakukan hubungan hokum serta apa yang menjadi hak dan kewajiban masing-masing.[6]
• Untuk membatasi kewenangan berhak seseorang.

F. Pengertian Catatan Sipil

Pengertian Catatan Sipil adalah Catatan Kependudukan / kewarganegaraan oleh pemerintah untuk memberikan kedudukan hukum terhadap peristiwanya yang membawa akibat hukum keperdataan dari diri seseorang dimulai sejak kelahiran sampai peristiwa kematian. Pengertian Akta adalah surat yang diperbuat demikian oleh atau dihadapan pegawai yang berwenang untuk membuatnya menjadi bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya maupun berkaitan dengan pihak lainnya sebagai hubungan hukum, tentang segala hal yang disebut didalam surat itu sebagai pemberitahuan hubungan langsung dengan perhal pada akta itu. (Pasal 165 Staatslad Tahun 1941 Nomor 84). Pengertian Akta Catatan Sipil adalah Akta yang memuat catatan peristiwa-peristiwa penting kehidupan seseorang yaitu : Kelahiran, perkawinan, perceraian, pengakuan/pengesahan anak dan kematian.
Landasan Hukum Penyelenggaraan Catatan Sipil dan Kependudukan
1.Intsruksi Presidium Kabinet AMpera Nomor 31/U/IN/12/66
2.Kepres Nomor 52 Tahun 1977
3.Kepres Nomor 12 Tahun 1983
4.Kepmendagri Nomor 54 Tahun 1983
5.Perda Kab. Dati II Badung Nomor 5 Tahun 1986
6.Kepmendagri Nomor 117 Tahun 1992
7.Perda kab Dati II Badung Nomor 1 Tahun 1993
8.Kepmendagri Nomor 44 Tahun 1995
9.Perda Kab Dati II Badung Nomor 7 tahun 1995
                 G. Studi Kasus Hukum Perdata
1.Toko Ateng menjual kayu jati kepada perusahaan Bejo dan pembayaran atas pembelian kayu jati tersebut menggunakan sistem tempo 15 hari kemudian. Suatu hari setelah toko Ateng mengirim kayu jati ke perusahaan Bejo dan berniat menagih 15 hari kemudian baru diketahui bahwa perusahaan Bejo dalam proses pailit. Khawatir bila tagihan atas kayu jati tidak terbayar, maka toko Ateng melaporkan perusahaan Bejo ke polisi sambil membawa bukti-bukti pengiriman dan pembeliatan atas kayu jati tersebut. Laporan toko Ateng terhadap perusahaan Bejo merupakan laporan kasus perdata,
2. Sebut saja si Andi, seorang dokter, bekerjasama dengan si Beni seorang pemilik klinik kesehatan.
Kerjasama ini dituangkan dalam sebuah akta notaris berisi perjanjian kerjasama untuk jangka waktu 3 tahun. Di dalam perjanjian ini disebutkan bahwa pihak yang memutuskan kerjasama sebelum jangka waktu selesai harus membayar penalti sebesar Rp50jt Seiring berjalannya waktu, Si Andi merasa hanya dimanfaatkan oleh si Beni, sehingga posisinya seakan - akan bukan lagi sebagai rekan tapi menjadi karyawan / bawahan.
Pertanyaannya: :
1. Jika si Andi mengundurkan diri/ memutuskan kontrak sepihak, sejauh mana si Beni dapat menuntut pembayaran penalti, mengingat tidak ada jaminan, baik ijazah maupun surat berharga apapun.
2. Jika permasalahan ini sampai ke meja hijau, apakah si B dapat meminta penyitaan terhadap harta si Andi, disini si Andi tidak memiliki harta tidak bergerak baik tanah, rumah maupun kendaraan atas namanya.
Prosedur Mediasi
Orang yang merasa dirugikan orang lain dan ingin mendapatkan kembali haknya, harus mengupayakan melalui prosedur yang berlaku, yaitu melalui litigasi (pengadilan).
Di pengadilan, penyelesaian perkara dimulai dengan mengajukan gugatan ke pengadilan yang berwenang dan dalam pemeriksaan di persidangan juga harus memperhatikan surat gugatan yang bisa diubah sebelum jadwal persidangan ditentukan oleh ketua pengadilan atau oleh hakim itu sendiri, Apabila dalam pengajuan gugatan ke pengadilan negeri dan gugatan dinyatakan diterima oleh pihak pengadilan negeri, maka oleh hakim yang memeriksa perkara perdata, perdamaian selalu diusahakan sebelum pemeriksaan perkara perdata dilakukan. Seperti yang tercantum dalam pasal 130 HIR tentang pelaksanaan perdamaian di muka sidang disebutkan bahwa:
(1) Jika pada hari yang telah ditentukan kedua belah pihak datang menghadap, maka pengadilan negeri dengan perantaraan ketuanya berusaha mencapai perdamaian antara kedua belah pihak.
(2) Jika dapat dicapai perdamaian sedemikian, maka dibuatlah untuk itu suatu akta dalam sidang tersebut, dimana kedua pihak dihukum untuk mentaati isi persetujuan yang telah dicapai itu, akta mana mempunyai kekuatan yang sama dan dilaksanakan dengan cara yang sama sebagai suatu putusan biasa.
(3) Tahap putusan sedemikian tidak dapat dimintakan banding.
(4) Jika dalam usaha untuk mencapai perdamaian tersebut diperlukan bantuan seorang juru bahasa, maka diikuti ketentuan-ketentuan dalam pasal berikut:
Pada saat ini hakim dapat berperan secara aktif sebagaimana dikehendaki oleh HIR. Untuk keperluan perdamaian itu sidang lalu diundur untuk memberi kesempatan mengadakan perdamaian. Pada hari sidang berikutnya apabila mereka berhasil mengadakan perdamaian, disampaikanlah kepada hakim di persidangan hasil perdamaiannya yang lazimnya berupa surat perjanjian di bawah tangan yang ditulis di atas kertas bermaterai.
Berdasarkan adanya perdamaian antara kedua belah pihak itu maka hakim menjatuhkan putusannya (acta van vergelijk), yang isinya menghukum kedua belah pihak untuk memenuhi isi perdamaian yang telah dibuat oleh mereka.
Adapun kekuatan putusan perdamaian ini sama dengan putusan biasa dan dapat dilaksanakan seperti putusan-putusan lainnya. Hanya dalam hal ini banding tidak dimungkinkan. usaha perdamaian ini terbuka dalam sepanjang pemeriksaan di persidangan. Adapun pengertian
perdamaian dalam acara perdata yaitu penyelesaian sengketa gugatan dengan perantara/kesepakatan para pihak untuk secara ikhlas dengan mengorbankan sebagian kepentingannya dengan tujuan untuk mengakhiri sengketa.
Dalam perkara perdata, sangat dimungkinkan terjadinya perdamaian dalam setiap tingkat. Baik sebelum perkara itu digelar maupun sebelum digelar di persidangan. Dalam mengupayakan perdamaian digunakan PERMA No 1 tahun 2008 Tentang Mediasi, yang mewajibkan agar semua perkara yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib untuk diselesaikan melalui perdamaian dengan bantuan mediator yang diatur dalam pasal 2, ayat (3) dan (4) yang berbunyi yaitu: (3) Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum. (4) Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan. Perdamaian itu sendiri pada dasarnya harus mengakhiri perkara, harus dinyatakan dalam bentuk tertulis, perdamaian harus dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam perkara dan oleh orang yang mempunyai kuasa untuk itu, dan ditetapkan dengan akta perdamaian yang mempunyai kekuatan hukum dan sifatnya final.


[1] Rachmadi Usman, aspek-aspek Hukum perorangan dan kekeluargaan di Indonesia,Sinar Grafika jakarta 2006, hlm:35.
[2] Hasanuddin, pengantar ilmu hukum, UIN Jakarta press, PT pustaka Alhusna Baru jakarta Des 2004, Hlm:227[3] Himpunan karya tentang hukum jaminan”1982.
[5].sofwan sri soedewi Masjchoen ,Hukum Perdata: Hukum Benda Yogyakarta: Liberty 1981. Hlm: 55.
[6] .Syahrani riduan, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Penerbit PT. Alumni, Bandung,Tahun 1989.hlm:75

Tidak ada komentar:

Posting Komentar