Kamis, 07 Maret 2013

MAKALAH INFLASI



Bab I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Banyak pengertian inflasi yang dapat kita jumpai pada beberapa sumber. Dari beberapa sumber tersebut ada yang menyatakan Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus.  kenaikkan harga dari satu atau dua barang saja tidak di sebut inflasi, kecuali bila kenaikkan tersebut meluas atau mengakibatkan kenaikkan kepada sebagian besar dari harga barang-barang lain. Syarat adanya kecenderungan menaik yang terus menerus juga perlu di ingat. Kenaikkan harga-harga karena, misalnya, musiman, menjelang hari hari besar, atau yang terjadi sekali saja. dan tidak mempunyai pengaruh kelanjutan tidak disebut inflasi. Kenaikkan harga semacam ini tidak dianggap sebagai masalah atau penyakit ekonomi dan tidak memelurkan kebijaksanaan khusus untuk menanggulanginya. Perkataan “kecenderungan“ dalam definisi inflasi perlu digaris bawahi. Kalau seandainya harga-harga dari sebagian besar barang di atur atau ditentukan oleh pemerintah, maka barang-barang yang di catat oleh biro statistik mungkin tidak menunjukkan kenaikkan apapun (karena yang di catat adalah harga-harga “resmi” pemerintah). Tetapi mungkin dalam realita ada kecendrungan bagi harga- harga untuk terus menaik. Keadaan seperti ini tercermin dari adanya harga-harga “bebas” atau harga-harga “tidak resmi” yang lebih tinggi dari harga- harga “resmi”dan ada yang cendrung menaik. Dalam hal ini masalah inflasi sebetulnya ada, tetapi tidak di perkenankan untuk menunjukkan dirinya. Keadaan seperti ini disebut“suppressed infation” atau “inflansi yang di tutupi” yang pada sewaktu-waktu akan timbul dan menunjukkan dirinya karena harga-harga resmi makin tidak relevan bagi kenyataan.
I.II Pengertian Inflasi
Berbagai definisi tentang inflasi telah dikemukakan oleh para ahli. BPS (2000: 10) mendefinisikan inflasi sebagai salah satu indikator untuk melihat stabilitas ekonomi suatu wilayah atau daerah yang menunjukkan perkembangan harga barang dan jasa secara umum yang dihitung dari indeks harga konsumen. Dengan demikian angka inflasi sangat mempengaruhi daya beli masyarakat yang berpenghasilan tetap, dan di sisi lain juga mempengaruhi besarnya produksi barang.
Menurut Rahardja (1997: 32) inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus-menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, tetapi jika kenaikan meluas kepada sebagian besar harga barang-barang maka hal ini disebut inflasi.
Sementara itu Eachern (2000: 133) menyatakan bahwa inflasi adalah kenaikan terus-menerus dalam rata-rata tingkat harga. Jika tingkat harga berfluktuasi, bulan ini naik dan bulan depan turun, setiap adanya kenaikan kerja tidak berarti sebagai inflasi. Sedangkan Sukirno (2004: 27) memberikan definisi bahwa inflasi adalah suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Selanjutnya Nanga (2001: 237) menyatakan bahwa inflasi adalah suatu gejala di mana tingkat harga umum mengalami kenaikan secara terus-menerus. Kenaikan tingkat harga umum yang terjadi sekali waktu saja tidaklah dapat dikatakan sebagai inflasi. Tidak ada perbedaan seperti pengertian diatas Boediono (1982: 155). memberikan devinisi sebagai berikut Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bilakenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain, Dalam praktek, inflasi dapat di amati dengan mengamati gerak dari indek harga. Tetapi di sini harus di perhitungkan ada tidaknya suppressed inflation (inflasi yang ditutupi).
Berdasarkan berbagai definisi yang telah dikemukakan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa secara umum inflasi adalah suatu gejala naiknya harga secara terus-menerus (berkelanjutan) terhadap sejumlah barang. Kenaikan yang sifatnya sementara tidak dikatakan inflasi dan kenaikan harga terhadap satu jenis komoditi juga tidak dikatakan inflasi.
I.III Macam-Macam Inflasi
1. Berdasarkan tingkat kualitas parah atau tidaknya Ada beberapa inflasi berdasarkan tingkat kualitas parah yaitu:
a)      Inflasi ringan
Inflasi ringan atau inflasi merangkak (creeping inflation)adalah inflasi yang lajunya kurang dari 10% per tahun,inflasi seperti ini wajar terjadi pada negara berkembang yang selalu berada dalam proses pembangunan.
b)      Inflasi sedang
Inflasi ini memiliki ciri yaitu lajunya berkisar antara 10% sampai 30% per tahun.Tingkat sedang ini sudah mulai membahayakan kegiatan ekonomi. Perlu diingat laju inflasi ini secara nyata dapat dilihat garak kenaikan harga. Pendapatan riil masyarakat terutama masyarakat yang berpenghasilan tetap seperti buruh, mulai turun dan kenaikan upah selalu lebih kecil bila dibandingkan dengan kenaikan harga.
c)      Inflasi berat
Inflasi berat adalah inflasi yang lajunya antara 30% sampai 100%. Kenaikan harga sudah sulit dikendalikan. Hal ini di perburuk lagi oleh pelaku-palaku ekonomi yang memanfaatkan keadaan untuk melakukan spekulasi.
d)     Inflasi liar (hyper inflation)
Inflasi liar adalah inflasi yang lajunya sudah melebihi dari 100% per tahun. Inflasi ini terjadi bila setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hyperinflastion).
Sedangkan menurut Ekonom Islam Taqiyuddin Ahmad ibn al-Maqrizi (1364 – 1441 M), yang merupakan salah satu murid dari ibnu Khaldun, menggolongkan inflasi dalam dua golongan yaitu:
1.         Natural Inflation
2.         Human Error Inflastion

I.IV Faktor-Faktor Pemicu tingkat Inflasi
Faktor-Faktor Pemicu tingkat Inflasi Laju kenaikan tingkat inflasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, sebagian ditentukan dari sudut pandang teori inflasi yang dianut. Pada kasus perekonomian di Indonesia paling tidak terdapat beberapa faktor yang baik secara langsung maupun secara psikologis dapat mendorong trend kenaikan tingkat inflasi. Faktor ekonomi dan non-ekonomi yang diperkirakan mempengaruhi tingkat inflasi di negara kita antara lain dapat di identifikasi berikut ini:
(1) Adanya peningkatan jumlah uang beredar. Peningkatan jumlah uang beredar ini di Indonesia disebabkan antara lain oleh peristiwa: Kenaikan harga migas di luar negeri Meningkatnya bantuan luar negeri Masuknya modal asing, khususnya investasi portfolio di pasar uang Meningkatnya anggaran Pemerintah secara mencolok Depresiasi nilai Rupiah dan gejolak mata uang konvertibel
(2) Adanya tekanan pada tingkat harga umum, yang dapat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian berikut ini: Penurunan produksi pangan akibat musim kering yang berkepanjangan Peningkatan harga komoditi umum secara mendadak Pencabutan program subsidi BBM Kenaikan harga BBM yang mencolok Kenaikan tarif listrik
(3) Kebijakan Pemerintah dalam mendorong kegiatan ekspor non-migas; maupun kebijakan lainnya yang bersifat distortif seperti antara lain: Lonjakan inflasi setelah dikeluarkannya kebijakan devaluasi Kebijakan tata niaga yang menciptakan pasar yang oligopolistis dan monopolistis Pungutan-pungutan yang dikenakan dalam perjalanan lalu lintas barang dan mobilitas tenaga kerja Kebijakan peningkatan tingkat upah minimum regional
(4) Peningkatan pertumbuhan agregat demand yang dipicu oleh perubahan selera masyarakat, atau kebijakan pemberian bonus perusahaan dan faktor spekulatif lainnya: Pemberian bonus THR mendekati jatuhnya Hari Raya. Pemberian bonus prestasi perusahaan Perkembangan pusat belanja yang ekspansif dengan mematikan fungsi keberadaan pasar tradisional di lokalitas tertentu.
Menurut hasil study empiris yang dilakukan oleh Sri Mulyani Indrawati (1996),adalah:
Pertama, imported inflation ini terjadi akibat tingginya derajat ketergantungan sektor riil di Indonesia terhadap barang-barang impor, baik capital goods;intermediated good; maupun row material. Transmisi imported inflation di Indonesia ini terjadi melalui dua hal, yaitu depresiasi rupiah terhadap mata uang asing dan perubahan harga barang impor di negara asalnya. Bila suatu ketika terjadi depresiasi rupiah yang cukup tajam terhadap mata uang asing, maka akan menyebabkan bertambah beratnya beban biaya yang harus ditanggung oleh produsen, baik itu untuk pembayaran bahan baku dan barang perantara ataupun beban hutang luar negeri akibat ekspansi usaha yang telah dilakukan.
Hal ini menyebabkan harga jual output didalam negeri (khususnya untuk industri subtitusi impor) akan meningkat tajam, sehingga potensial meningkatkan derajat inflasi di dalam negeri. Tetapi, untuk industri yang bersifat promosi ekspor, depresiasi tersebut tidak akan membawa dampak buruk yang signifikan.
Kedua, administrated goods adalah barang-barang yang harganya diatur dan ditetapkan oleh pemerintah. Meskipun pengaruhnya secara langsung sangat kecil dalam mempengaruhi tingkat inflasi, tetapi secara situasional dan tidak langsung pengaruhnya dapat menjadi signifikan. Contoh, apabila terjadi kenaikan BBM, maka bukan saja harga BBM yang naik, harga barang atau tarif jasa yang terkait dengan BBM juga akan ikut dinaikan oleh masyarakat. Akibatnya, dapat memperberat tekanan inflasi.
Ketiga, output gap adalah perbedaan antara actual output (output yang diproduksi) dengan  potential output (output yang seharusnya dapat diproduksi dalam keadaan full employment). Adanya kesenjangan (gap) ini terjadi karena faktor-faktor produksi yang dipakai dalam proses produksi belum maksimal atau efisien.
Keempat, interest rate juga merupakan faktor penting yang menyumbang angka inflasi di Indonesia. Memang pada awalnya merupakan hal yang cukup membingungkan dalam menentukan manakah yang menjadi independent variable atau dependent, antara inflasi dan suku bunga. Tetapi, bila ditilik dari sisi biaya produksi dan investasi (sisi penawaran), maka jelaslah bahwa suku bunga dapat dikatagorikan dalam komponen biaya-biaya tersebut. Dengan relatif tingginya tingkat suku bunga perbankan di Indonesia, menyebabkan biaya produksi dan investasi di Indonesia, yang dibiayai melalui kredit perbankan, akan tinggi juga. Jadi, apabila tingkat suku bunga meningkat, maka biaya produksi akan meningkat, selanjutnya akan meningkatkan pula harga output di pasar, akibatnya terjadi tekanan inflasi. Akhirnya, relasi antara tingkat suku bunga dan inflasi ini bisa menjadi interest rate- price spiral.
 
BAB II
DAMPAK, PENCEGAHAN DAN CARA PENGENDALIAN
II.II Apa Saja Dampak dan Pengaruh Inflasi?
Dampak inflasi terhadap perekonomian yang pada akhirnya akan berpengaruh kepada tingkat kemakmuran masyarakat, berikut ini dampak negatif dari inflasi:
 1.Bila harga barang secara umum naik terus-menerus, maka masyarakat akan panik, sehingga perekonomian tidak berjalan normal, karena di satu sisi ada masyarakat yang berlebihan uang memborong barang, sementara yang kekurangan uang tidak  bisa membeli barang, akibatnya negara rentan terhadap segala macam kekacauan yang ditimbulkannya.
2.Sebagai akibat dari kepanikan tersebut maka masyarakat cenderung untuk menarik tabungan guna membeli dan menumpuk barang sehingga banyak bank di rush, akibatnya bank kekurangan dana dan berdampak pada tutup atau bangkrut, atau rendahnya dana investasi yang tersedia
3.Produsen cenderung memanfaatkan kesempatan kenaikan harga untuk memperbesar keuntungan dengan cara mempermainkan harga di pasaran, sehingga harga akan terus menerus naik.
4. Distribusi barang relatif tidak adil karena adanya penumpukan dan konsentrasi produk pada daerah yang masyarakatnya dekat dengan sumber produksi dan yang masyarakatnya memiliki banyak uang.
5. Bila inflasi berkepanjangan, maka produsen banyak yang bangkrut karena produknya relatif akan semakin mahal sehingga tidak ada yang mampu membeli.
6. Jurang antara kemiskinan dan kekayaan masyarakat semakin nyata yang mengarah pada sentimen dan kecemburuan ekonomi yang dapat berakhir pada penjarahan dan perampasan.
7. Dampak positif dari inflasi adalah bagi pengusaha barang-barang mewah (highend)yang mana barangnya lebih laku pada saat harganya semakin tinggi (masalah prestise).
8. Masyarakat akan semakin selektif dalam mengkonsumsi, produksi akan di usahakan seefisien mungkin dan konsumtifisme dapat ditekan.
9. Inflasi yang berkepanjangan dapat menumbuhkan industri kecil dalam negeri menjadi semakin dipercaya dan tangguh.
10. Tingkat pengangguran cenderung akan menurun karena masyarakat akan tergerak untuk melakukan kegiatan produksi dengan cara mendirikan atau membuka usaha,(Putong (2002: 263-264)

II.III Teori Pengendalian Inflasi di Indonesia
Inflasi di Indonesia relatif lebih banyak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat struktural ekonomi bila di bandingkan dengan hal-hal yang bersifat monetary policies. Sehingga bisa di katakan, bahwa pengaruh dari cosh push inflation lebih besar dari pada demand  pull inflation. Memang dalam periode tahun-tahun tertentu, misalnya pada saat terjadinya oil booming, tekanan inflasi di Indonesia disebabkan meningkatnya jumlah uang beredar. Tetapi hal tersebut tidak dapat mengabaikan adanya pengaruh yang bersifat struktural ekonomi, sebab pada periode tersebut, masih terjadi kesenjangan antara penawaran agregat dengan permintaan agregat, contohnya di sub sector pertanian, yang dapat meningkatkan derajat inflasi.
Pada umumnya pemerintah Indonesia lebih banyak menggunakan pendekatan moneter dalam upaya mengendalikan tingkat harga umum. Pemerintah Indonesia lebih senang menggunakan instrumen moneter sebagai alat untuk meredam inflasi, misalnya dengan open market mechanism atau reserve requirement. Tetapi perlu di ingat, bahwa pendekatan moneter lebih banyak dipakai untuk mengatasi inflasi dalam jangka pendek, dan sangat baik diterapkan pada negara-negara yang telah maju perekonomiannya, bukan pada negara berkembang yang masih memiliki structural bottleneck. Jadi, apabila pendekatan moneter ini dipakai sebagai alat utama dalam mengendalikan inflasi dinegara berkembang, maka tidak akan dapat menyelesaikan problem inflasi di negara berkembang yang umumnya berkarakteristik jangka panjang. Seperti halnya yang terjadi di Indonesia pada saat krisis moneter yang selanjutnya menjadi krisis ekonomi, inflasi di Indonesia dipicu oleh kenaikan harga komoditi impor (imported inflation) dan membengkaknya hutang luar negeri akibat dari terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dan mata uang asing lainnya. Akibatnya, untuk mengendalikan tekanan inflasi, maka terlebih dahulu harus dilakukan penstabilan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, khususnya dolar Amerika.
Dalam menstabilkan nilai kurs, pemerintah Indonesia cenderung lebih banyak memainkan instrumen moneter melalui otoritas moneter dengan tight money policy yang diharapkan selain dapat menarik minat para pemegang valuta asing untuk menginvestasikan modalnya ke Indonesia melalui deposito, juga dapat menstabilkan tingkat harga umum. Tight money policy yang dilakukan dengan cara menaikkan tingkat suku bunga SBI (melalui open market mechanism) sangat tinggi, pada satu sisi akan efektif untuk mengurangi money suplly, tetapi di sisi lain akan meningkatkan suku bunga kredit untuk sektor riil. Akibatnya, akan menyebabkan timbulnya cost push inflation karena adanya interest rate-price spiral.
Apabila tingkat suku bunga (deposito) perbankan sudah terlalu tinggi, sehingga dana produktif (dana untuk berproduksi atau berusaha) yang ada di masyarakat ikut terserap ke perbankan, maka akan dapat menyebabkan timbulnya stagnasi atau bahkan penurunan output produksi nasional (disebut dengan Cavallo effect). Lebih lagi bila sampai terjadi negatif spread pada dunia perbankan nasional, maka bukan saja menimbulkan kerusakan pada sektor riil, tetapi juga kerusakan pada industri perbankan nasional (sektor moneter). Jika kebijaksanaan ini terus dilakukan oleh pemerintah dalam jangka waktu menengah atau panjang, maka akan terjadi depresi ekonomi, akibatnya struktur perekonomian nasional akan rusak. Jika demikian halnya, maka sebaiknya kebijaksanaan pengendalian inflasi bukan hanya dilakukan melalui konsep kaum moneterist saja, tetapi juga dengan memperhatikan cara pandang kaum structuralist, yang lebih memandang perlunya mengatasi hambatan-hambatan struktural yang ada. Dengan berpedoman pada berbagai hambatan dalam pembangunan perekonomian Indonesia yang telah disebutkan di atas, maka perlu berbagai upaya pembenahan, yaitu:
1. Meningkatkan Supply Bahan Pangan(MSBP) dapat dilakukan dengan lebih memberikan perhatian pada pembangunan di sektor pertanian, khususnya sub sektor pertanian pangan. Modernisasi teknologi dan metode pengolahan lahan, serta penambahan luas lahan pertanian perlu dilakukan untuk meningkatkan laju produksi bahan pangan agar tercipta swasembada pangan.
2. Mengurangi Defisit APBN Mungkin dalam masa krisis ekonomi mengurangi defisit APBN tidak dapatdilaksanakan, tetapi dalam jangka panjang (setelah krisis berlalu) perlu dilakukan.Untuk mengurangi defisit anggaran belanja, pemerintah harus dapat meningkatkan penerimaan rutinnya, terutama dari sektor pajak dengan benar dan tepat karena hal ini juga dapat menekan excess demand. Dengan semakin naiknya penerimaan dalamnegeri, diharapkan pemerintah dapat mengurangi ketergantungannya terhadap pinjaman dana dari luar negeri. Dengan demikian anggaran belanja pemerintah nantinya akan lebih mencerminkan sifat yang relative independent 
3. Meningkatkan Cadangan Devisa Pertama, perlu memperbaiki posisi neraca perdagangan luar negeri (current account), terutama pada perdagangan jasa, agar tidak terus menerus defisit. Dengan demikian diharapkan cadangan devisa nasional akan dapat ditingkatkan. Juga, diusahakan untuk meningkatkan kinerja ekspor, sehingga net export harus semakin meningkat. Kedua, di usahakan agar dapat mengurangi ketergantungan industri domestic terhadap barang-barang luar negeri, misalnya dengan lebih banyak memfokuskan pembangunan pada industri hulu yang mengolah sumberdaya alam yang tersedia di dalam negeri untuk dipakai sebagai bahan baku bagi industri hilir. Selain itu juga perlu dikembangkan industri yang mampu memproduksi barang-barang modal untuk industri di dalam negeri. Ketiga, mengubah sifat industri dari yang bersifat substitusi impor kepada yang lebih bersifat promosi ekspor, agar terjadi efisiensi di sektor harga dan meningkatkan net export. Keempat, membangun industri yang mampu menghasilkan nilai tambah yang tinggi dan memiliki kandungan komponen lokal yang relatif tinggi pula.
4. Memperbaiki dan Meningkatkan Kemampuan Sisi Penawaran Agregat Pertama, mengurangi kesenjangan output (output gap) dengan cara meningkatkan kualitas sumberdaya pekerja, modernisasi teknologi produksi, serta pembangunan industri manufaktur nasional agar kinerjanya meningkat. Kedua, memperlancar jalur distribusi barang nasional, supaya tidak terjadi kesenjangan penawaran dan permintaan di tingkat regional (daerah). Ketiga, menstabilkan tingkat suku bunga danmenyehatkan perbankan nasional, tujuannya untuk mendukung laju proses industrialisasi nasional. Keempat, menciptakan kondisi yang sehat dalam perekonomian agar market mechanism dapat berjalan dengan benar, dan mengurangi atau bahkan menghilangkan segala bentuk faktor yang dapat menyebabkan distorsi pasar. Kelima, melakukan program deregulasi dan debirokrasi di sektor riil karena acapkali birokrasi yang berbelit dapat menyebabkan high cost economy.
II.IV Cara Mencegah dan Mengatasi Inflasi
Dengan menggunakan persamaan Irving Fisher MV=PQ, dapat dijelaskan bahwa inflasi timbul karena MV naik lebih cepat dari pada Q. Jadi untuk mencegah inflasi variabel V harus dikendalikan, lalu volume Q ditingkatkan. Untuk mengatur M, V, dan Q dapat dilakukan dengan berbagi kebijakan  (Nopirin, 2005: 34-35), yaitu:
1.Kebijaksanaan Moneter 
a.       Mengatur jumlah uang yang beredar (M). Salah satu komponennya adalah uang giral. Uang giral dapat terjadi dalam dua cara, yaitu seseorang memasukkan uang kas ke bank dalam bentuk giro dan seseorang memperoleh pinjaman dari bank  berbentuk giro, yang kedua ini lebih inflatoir. Bank sentral juga dapat mengatur uang giral dengan menaikkan cadangan minimum, sehingga uang beredar lebih kecil. Cara lain yaitu menggunakan discount rate.
b.      Memberlakukan politik pasar terbuka (jual/beli surat berharga), dengan menjual surat berharga, bank sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang beredar.
2. Kebijakan Fiskal
Dengan cara pengurangan pengeluaran pemerintah serta menekan kenaikan pajak yang dapat mengurangi penerimaan total, sehingga inflasi dapat ditekan.
3. Kebijakan yang Berkaitan dengan Output
Dengan menaikkan jumlah output misal dengan cara kebijaksanaan penurunan bea masuk sehingga impor barang meningkat atau penaikan jumlah produksi, bertambahnya jumlah barang di dalam negeri cenderung menurunkan harga.
4. Kebijaksanaan Penentuan Harga dan Indexing
Dengan penentuan ceiling harga, serta mendasarkan pada indeks harga tertentu untuk gaji/upah (dengan demikian gaji/upah secara riil tetap). Kalau indeks harga naik, maka gaji/upah juga naik, begitu pula kalau harga turun.
5.Sanering
Sanering berasal dari bahasa Belanda yang berarti penyehatan, pembersihan,reorganisasi. Kebijakan sanering antara lain: Penurunan nilai uang, Pembekuan sebagian simpanan pada bank ± bank dengan ketentuan bahwa simpanan yang dibekukan akan diganti menjadi simpanan jangka panjang oleh pemerintah.
6.Devaluasi
Devaluasi adalah penurunan nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang luar negeri. Jika hal tersebut terjadi biasanya pemerintah melakukan intervensi agar nilai mata uang dalam negeri tetap stabil. Istilah devaluasi lebih sering dikaitkan dengan menurunnya nilai uang satu negara terhadap nilai mata uang asing. Devaluasi juga merujuk kepada kebijakan pemerintah menurunkan nilai mata uang sendiri terhadap mata uang asing
BAB III
LAPORAN INFLASI (Indeks Harga Konsumen)
III.I Berdasarkan perhitungan inflasi tahunan
NO
Tahun
Tingkat Inflasi Tertinggi
Tingkat Inflasi Terendah
1
2012
Oktober 4.61 %
Februari  3.56 %
2
 2011
Mei 5.98 %
Desember 3.79 %
3
2010
Desember 6.96 %
  Maret  3.43 %
4
 2009
Januari 9.17 %
November 2.41 %
5
2008
September 12.14 %
Januari   7.36 %
6
2007
September 6.95 %
Juni 5.77 %
7
2006
Februari 17.92 %
November 5.27 %
8
2005
November 18.38 %
Februari 7.15 %
9
2004
Juli 7.20 %
Februari 4.60 %
10
2003
Januari 8.68 %
Desember 5.16 %
Sumber Data Inflasi (BI) Bank Indonesia
BULAN
TAHUN 2002
TAHUN 2003
TAHUN 2004
TAHUN 2005
TAHUN 2006
INFLASI
INFLASI
INFLASI
INFLASI
INFLASI
Jan
1.99
0.8
0.57
1.43
1.36
Feb
1.5
0.2
-0.02
-0.17
0.58
Mar
-0.02
-0.23
0.36
1.91
0.03
Apr
-0.24
0.15
0.97
0.34
0.05
Mei
0.8
0.21
0.88
0.21
0.37
Jun
0.36
0.09
0.48
0.5
0.45
Jul
0.82
0.03
0.39
0.78
0.45
Agt
0.29
0.84
0.09
0.55
0.33
Sep
0.53
0.36
0.02
0.69
0.38
Okt
0.54
0.55
0.56
8.7
0.86
Nov
1.85
1.01
0.89
1.31
0.34
Des
1.2
0.94
1.04
-0.04
1.21
Tahunan
10.03
5.06
6.4
17.11
6.6

BULAN
TAHUN 2007
TAHUN 2008
TAHUN 2009
TAHUN 2010
TAHUN 2011
TAHUN 2012
INFLASI
INFLASI
INFLASI
INFLASI
INFLASI
INFLASI
Jan
1.04
1.77
-0.07
0.84
0.89
0.76
Feb
0.62
0.65
0.21
0.3
0.13
0.05
Mar
0.24
0.95
0.22
-0.14
-0.32
0.07
Apr
-0.16
0.57
-0.31
0.15
-0.31
0.21
Mei
0.1
1.41
0.04
0.29
0.12
N.A
Jun
0.23
2.46
0.11
0.97
0.55
N.A
Jul
0.72
1.37
0.45
1.57
0.67
N.A
Agt
0.75
0.51
0.56
0.76
0.93
N.A
Sep
0.8
0.97
1.05
0.44
0.27
N.A
Okt
0.79
0.45
0.19
0.06
-0.12
N.A
Nov
0.18
0.12
-0.03
0.6
0.34
N.A
Des
1.1
-0.04
0.33
0.92
0.57
N.A
Tahunan
6.59
11.06
2.78
6.96
3.79
1.09






III.II Permasalahan pada data tersebut (Inflasi)
Berdasarkan data di atas, secara berturut turut inflasi di Indonesia pada tahun 2002 sampai tahun 2003 mengalami penurunan, yaitu sebanyak 10,03; 5,06; 6,4 . Setelah itu terjadi peningkatan Inflasi pada tahun 2004, sebanyak 6,4. Kemudian terjadi peningkatan inflasi secara drastis pada tahun 2005, sebanyak 17,1. Setelah itu terjadi penurunan inflasi kembali pada tahun 2006 sebanyak 6,6. Pada tahun 2007 terjadi penurunan inflasi, namun tidak begitu banyak, yaitu sebanyak 6,59. Pada tahun 2008 dan 2009, secara berturut-turut terjadi peningkatan dan penurunan inflasi, yaitu pada 2008 terjadi inflasi sebanyak 11,6, dan pada 2009 sebanyak 2,7. Kemudian pada tahun 2010 terjadi peningkatan inflasi lagi lalu pada tahun 2011 dan 2012 mengalami penurunan. Secara berturut-turut jumlah inflasi pada tahun 2010,2011,dan 2012 sebanyak 6,9 ;3,7 ; 1,9
III.III Analisis Permasalahan
Berdasarkan permasalahan diatas, terjadinya peningkatan inflasi pada tahun-tahun tertentu dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan(tekanan) produksi dan/atau kurangnya distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga termasuk distribusi). Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal (perpajakan / pungutan / insentif / disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur,regulasi, dll.
Inflasi tarikan permintaan terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan
 Inflasi desakan biaya terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran.
BAB IV
IV.I Kesimpulan
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain.
Inflasi digolongkan menurut beberapa cara, dapat menurut laju inflasi (ringan, sedang, berat, hiper inflasi), sebab awalnya (demand atau cost inflation), asalnya (domestic atau imported inflation).
Ada 3 teori utama mengenai inflasi. Teori Kuantitas menekankan bahwa penyebab utama inflasi adalah pertambahan jumlah uang beredar dan psikologi masyarakat mengenai kenaikan harga di masa mendatang. Teori Keynes: inflasi terjadi karena masyarakat hidup diluar batas kemampuan ekonomisnya.. Teori strukturalis: sebab inflasi adalah dari kekakuan struktur ekonomi.
Biaya Inflasi. Biaya Inflasi yang diharapkan muncul adalah: Shoe leather cost, Menu cost,Complaint and opportunity loss cost, Biaya perubahan peraturan/undang-undang pajak, dan Biaya ketidaknyamanan hidup. Biaya inflasi yang tidak diharapkan: Redistribusi pendapatan antara debitor dengan kreditor dan Penurunan nilai uang pensiunan. Dampak inflasi antara lain negara rentan timbul kekacauan, masyarakat menarik tabungan, bank kekurangan dana dam bangkrut, harga semakin naik, distribusi barang tidak adil, produsen bangkrut, dampak positifnya adalah masyarakat semakin selektif memilih barang, menumbuhkan industri kecil, dan pengangguran berkurang karena banyak wirausahawan. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengatasi inflasi adalah yang berkaitan dengan Kebijaksanaan Moneter, Kebijakan Fiskal, Kebijakan yang Berkaitan dengan Output, Kebijaksanaan Penetuan Harga dan Indexing, Sanering, dan Devaluasi
Dua hal penyebab meningkatnya inflasi di tahun-tahun tertentu, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan(tekanan) produksi dan/atau kurangnya distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga termasuk distribusi).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar