SISTEM KEPARTAIAN
Dalam
hal partai politik, asumsi yang digunakan ialah bahwa parpol merupakan
wadah partisipasi rakyat dalam suatu negara. karena itu, stiap warga
negara berhak untuk mendiorikan partai politik. Masalahnya, apakah
partai islam harus satu atau boleh banyak?...dan sejumlah pertanyaan
lain yang berkaitan , seperti apakah suatu "partai terbuka " yang tdak
iklusif islam, dapat diterima, merupakan persoalan terbuka(open-ended
quistions) yang bersifat kontemporer dan dapat diperdebatkan(debatable)
karena kurangnya rujukan hukum islam. saya sendiri
juga pernah ditanya seorang temen, apa keuntungan ikut disebuah partai
sih? saya jawab " secara finansial memang tidak ada keuntungannya, tapi
dari segi persaudaraan kita lebih dekat, lebih bisa bersatu (jamaah)
untuk mengedepankan ahklakul karimah, dimana yang sebelumnya anggota
dewan diisi dengan orang-orang yang korop atau politisi politisi yg
istilah lain yg agak kasar (politisi busuk) dengan adanya atau masuknya
PKS dalam parlemen, ternyata bisa membawa perubahan yang sepektakuler
dan bisa sebagai contoh dari partai2 lain"), Sebagian pandangan
menganggap bahwa partai islam -- atau partai yang berasaskan islam --
sesungguhnya tidak diperlukan, karena berasaskan islam atau tidak, yang
terpenting adalah prilaku dari partai maupun para aktiviisnya, yaitu
sesuai dengan nilai-nilai islam atau tidak. KH Ayyib Usman,pengasuh
ponpes Kempek Ciwaringin,cirebon, mengumpamakan; partai seperti makanan
dan minuman. Baginya, partai islam atau sekuler sama saja: yang
penting, bagaimana mengisinya. Seumpama makanan dan minuman, tidak
penting apakah islam atau tidak, melainkan apakah makanan dan minuman
itu halal atau tidak, dan enak dimakan atau tidak. Dalam tamsil yang
berbeda, namun dengan subtansi yang sama, TGH Ishaq Hafidz, Hakim
pengadilan Agama lombok timur, dengan mengutip pandangan KH Wahab
Chasbullah, mengumpamakan partai seperti minyak. ada minyak onta cap
babi, dan ada minyak babi cap onta. tamsil ini menegaskan, yang penting
adalah isinya, bukan mereknya. Di dalam rentang persepsi --- dari
keharusan adanya partai berasas islam hingga partai sebaiknya tidak
berasaskan islam --- pandangan KH Sya'roni, pengasuh ponpes
Al-Islahuddiny, kediri, Lombok barat, NTB, mewakili titik pandangan
kedua. Argumen yang disebutkan,pluralitas pemeluk islam---seperti orang
islam yang taat beribadah dan islam KTP (hanya dalam kartu tanda
penduduk) -- memungkinkan adanya partai-partai yang tidak berdasarkan
islam, tetapi didirikan oleh orang islam.Dalam hal ini, partai islam
atau berasaskan islam, justru akan membatasi kiprah dan jangkauan
partai itu sendiri. Dan jika dikaitkan dengan dakwah islam yang
menjangkau seluruh warganegara dan bahkan manusia, maka partai
berasaskan islam akan membatasi kiprahnya hanya bagi orang islam.
toleransi semacam ini dimaknakan kondisional bagi pluralisme, yaitu
adanya amar ma'ruf nahi munkar ( menyeru kearah kebaikan dan mencegah
kebatilan), tawasau bil haq wa tawasaubis sobr(bekerja sama dalam
kebenaran dan kesabaran), serta ta'awanu 'alal birri wat takwa wala
ta'awanu 'alal itsmi wal 'udwan ( bekerja sama dalam ketakwaan dan
kebaikan dan jangan bekerja sama dalam dosa dan keburukan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar