Kamis, 28 Maret 2013

SISTEM KEPARTAIAN


Dalam hal partai politik, asumsi yang digunakan ialah bahwa parpol merupakan wadah partisipasi rakyat dalam suatu negara. karena itu, stiap warga negara berhak untuk mendiorikan partai politik. Masalahnya, apakah partai islam harus satu atau boleh banyak?...dan sejumlah pertanyaan lain yang berkaitan , seperti apakah suatu "partai terbuka " yang tdak iklusif islam, dapat diterima, merupakan persoalan terbuka(open-ended quistions) yang bersifat kontemporer dan dapat diperdebatkan(debatable) karena kurangnya rujukan hukum islam. saya sendiri juga pernah ditanya seorang temen, apa keuntungan ikut disebuah partai sih? saya jawab " secara finansial memang tidak ada keuntungannya, tapi dari segi persaudaraan kita lebih dekat, lebih bisa bersatu (jamaah) untuk mengedepankan ahklakul karimah, dimana yang sebelumnya anggota dewan diisi dengan orang-orang yang korop atau politisi politisi yg istilah lain yg agak kasar (politisi busuk) dengan adanya atau masuknya PKS dalam parlemen, ternyata bisa membawa perubahan yang sepektakuler dan bisa sebagai contoh dari partai2 lain"), Sebagian pandangan menganggap bahwa partai islam -- atau partai yang berasaskan islam -- sesungguhnya tidak diperlukan, karena berasaskan islam atau tidak, yang terpenting adalah prilaku dari partai maupun para aktiviisnya, yaitu sesuai dengan nilai-nilai islam atau tidak. KH Ayyib Usman,pengasuh ponpes Kempek Ciwaringin,cirebon, mengumpamakan; partai seperti makanan dan minuman. Baginya, partai islam atau sekuler sama saja: yang penting, bagaimana mengisinya. Seumpama makanan dan minuman, tidak penting apakah islam atau tidak, melainkan apakah makanan dan minuman itu halal atau tidak, dan enak dimakan atau tidak. Dalam tamsil yang berbeda, namun dengan subtansi yang sama, TGH Ishaq Hafidz, Hakim pengadilan Agama lombok timur, dengan mengutip pandangan KH Wahab Chasbullah, mengumpamakan partai seperti minyak. ada minyak onta cap babi, dan ada minyak babi cap onta. tamsil ini menegaskan, yang penting adalah isinya, bukan mereknya. Di dalam rentang persepsi --- dari keharusan adanya partai berasas islam hingga partai sebaiknya tidak berasaskan islam --- pandangan KH Sya'roni, pengasuh ponpes Al-Islahuddiny, kediri, Lombok barat, NTB, mewakili titik pandangan kedua. Argumen yang disebutkan,pluralitas pemeluk islam---seperti orang islam yang taat beribadah dan islam KTP (hanya dalam kartu tanda penduduk) -- memungkinkan adanya partai-partai yang tidak berdasarkan islam, tetapi didirikan oleh orang islam.Dalam hal ini, partai islam atau berasaskan islam, justru akan membatasi kiprah dan jangkauan partai itu sendiri. Dan jika dikaitkan dengan dakwah islam yang menjangkau seluruh warganegara dan bahkan manusia, maka partai berasaskan islam akan membatasi kiprahnya hanya bagi orang islam. toleransi semacam ini dimaknakan kondisional bagi pluralisme, yaitu adanya amar ma'ruf nahi munkar ( menyeru kearah kebaikan dan mencegah kebatilan), tawasau bil haq wa tawasaubis sobr(bekerja sama dalam kebenaran dan kesabaran), serta ta'awanu 'alal birri wat takwa wala ta'awanu 'alal itsmi wal 'udwan ( bekerja sama dalam ketakwaan dan kebaikan dan jangan bekerja sama dalam dosa dan keburukan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar